Wednesday, December 10, 2014

Rumoh Krung di Samalanga - Antara Johor dan Aceh





Ini adalah postingan jalan-jalan. Alkisah pada bulan Juni tahun 2012, saya berkesempatan bersama rekan-rekan dari sebuah Perguruan Tinggi di Lhokseumawe mendampingi teman-teman dari IPB Bogor melakukan road trip pemetaan sosial masyarakat Aceh. Salah satu kegiatan dari survey ini adalah mengenali tinggalan sejarah dalam masyarakat. Item-item yang menjadi bagian dari poin ini termasuk kunjungan kepada rumah peninggalan Almarhum Tun Sri Lanang di Desa Meunasah Lueng Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen. Beliau adalah pembesar di Kerajaan Johor Lama pada abad 16-17 yang ditawan dan dibuang ke Aceh setelah Sultan Iskandar Muda menyerang dan menaklukkan kerajaan itu. Tun Sri kemudian -oleh Sultan Iskandar Muda- diangkat sebagai raja pertama di Kerajaan Samalanga. Kerajaan Samalanga sendiri tidak tercatat pernah memunculkan dirinya ke permukaan sejarah untuk menyaingi kepopuleran nama Kerajaan Peureulak atau Pasai, misalnya.

Beberapa waktu setelah kunjungan tersebut, saya menjelajahi internet untuk mendapatkan tambahan info dari yang telah kami dapatkan di situs sejarah ini via penjaganya. Berikut campuran kliping informasi yang bertebaran di Internet mengenai sosok beliau tersebut: 


a. Latar Belakang
Tun Sri Lanang (bernama asli Tun Muhammad Anak Tun Ahmad, lahir di Selayut, Batu Sawah, Johor Lama, pada tahun 1565 M), adalah di antara sekitar 22.000 tawanan perang yang ditahan pasukan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dalam penyerbuan ke Semenanjung Malaya pada 1613 M dan kemudian dibawa ke Aceh. Menurut Linehan (1936), Pemerintahan Sultan Iskandar Muda memindahkan sekitar 22.000 penduduk Semenanjung Melayu ke Aceh dikarenakan penduduk Aceh telah berkurang drastis karena perang selama 130 tahun. “The whole territory of Acheh was almost depopulated by war. The king endeavoured to repeople the country by his conquests. He transported the inhabitants from Johore, Pahang, Kedah, Perak and Deli to Acheh the number of twenty-two thousand persons.” (Linehan, W. | 1936). Sebagian besar dari ke 22.000 warga pindahan itu ditempatkan di Samalanga (Kab. Bireuen) dan Seulimuem (Kab. Aceh Besar).

Saat ditawan, Tun Sri Lanang sedang menjabat sebagai Bendahara kepada Paduka Raja Tun Muhammad Orang Kaya Kerajaan Johor Lama di Batu Sawar, Pewaris Kerajaan Kesultanan Melaka, 1557 - 1613 M. Tun Sri Lanang, selain seorang Bendaharawan, juga adalah seorang penulis. Ketika ditawan dan dibawa ke Aceh pada 1613 M, Tun Sri Lanang telah menuliskan sebagian dari naskah Sulalatus Sulatin yang kemudian dirampungkannya di Aceh.

b. Diangkat Jadi Raja
Pada 1613 M, beliau kemudian diangkat oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam menjadi Raja Perdana Ulee Balang Pertama VI Mukim Negeri Samalanga Aceh Darussalam dengan gelaran Datuk Bendahara Tun Muhammad Seri Lanang, setelah untuk beberapa lama menjabat sebagai Penasihat Sultan dengan gelar Orang Kaya Datuk Bendahara Sri Paduka Tun Sebrang, dan Sulthan Iskandar Muda memberikan wilayah kekuasaannya di Samalanga yang dibatasi dengan Krueng Ulim dan Krueng Jempa (AK Yakobi | 1997 | 40 – 48).

c. Mesjid Raya Samalanga
Tun Sri Lanang adalah orang yang membangun Mesjid Raya Samalanga pada abad XVII. Peletakan batu pertama untuk Mesjid tersebut dilakukan oleh Sultan Aceh Darussalam ke-22, Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam. Mesjid Raya ini sekarang dikembangkan oleh lembaga MUDI MESRA (Ma'had 'Ulumul Diniyah Mesjid Raya) yang saat ini dipimpin oleh Tgk. H. Hasanoel Bashri (Abu Mudi). Saat ini Mudi Mesra memiliki sekitar 3.000 santri. Abu Mudi adalah orang ketiga yang memimpin MUDI MESRA Samalanga. 

d. Sulalatus Salatin
Tun Sri Lanang menulis kitab Sulalatus Salatin, bacaan wajib di sekolah-sekolah Melayu. Tun Seri Lanang memulai penulisan kitab Sulalatus Salatin di Batu Sawar, Kesultanan Johor Lama dalam tahun 1612 M telah meneruskan misi tersebut sepanjang kehidupannya sebagai uleebalang/pemerintah otonomi di Samalanga, Aceh Darussalam.

Disimpulkan, bahwa, dalam peranan sebagai bendahara bagi Kesultanan Johor Lama (yang mewarisi Kesultanan Melaka dari aspek keturunan dan kuasa politik Melayu tradisional), dan kemudiannya sebagai uleebalang serta penasihat bagi Raja-raja Aceh, pendedahan Tun Seri Lanang kepada kehidupan dalaman istana dua kerajaan Melayu yang terbesar waktu itu sudah tentu telah dimenafaatkan sepenuhnya dalam penulisan kitab Sulalatus Salatin. Malahan persahabatan eratnya dengan alim ulama Aceh, pengkajiannya pada sejarah kedatangan  serta perkembangan Islam di Alam Melayu yang kebetulan bermula seawal tahun 850 Masihi, iaitu di zaman tabit tabiin di bahagian Aceh lama seperti Perlak dan Pasai telah memberikan advantage yang besar kepada Tun Seri Lanang dalam misi kepengarangannya sehingga berjaya menghasilkan sebuah karya yang agung dan monumental.

e. Gajah Mada Dunia Melayu
Tun Sri Lanang dikenang juga dengan gelaran tidak resmi "Gajah Mada Dunia Melayu". Jika Gajah Mada Nusantara menyatukan pulau-pulau di Nusantara, sementara Tun Sri "menyatukan" Melayu karena menurunkan garis keturunan bangsawan di Malaysia dan di Aceh. Di Malaysia, garis keturunannya di antaranya adalah Sultan-sultan Pahang, Johor, dan Selangor. Sedangkan di Aceh, telah ada keturunan ke – 8 Beliau yang saat ini juga Ketua Yayasan Tun Sri Lanang, Pocut Haslinda Syahrul.

f. Mangkat
khazanahbendaharaserimaharaja.com sebuah situs sejarah dari Malaysia menulis di laman mereka sebagai berikut, 
“Tun Seri Lanang meninggal dunia di Samalanga, Aceh, pada tahun 1659M. Zuriatnya berterusan menjadi pemerintah otonomi di sana sedangkan sebahagian lagi zuriatnya kembali ke Johor lalu ditakdirkan menjadi Raja-raja Melayu khususnya di Pahang, Terengganu dan Johor Moden sehingga ke hari ini. Makam Tun Seri Lanang telah dipugar dan dijaga oleh pihak berkuasa di Samalanga dan sentiasa dikunjungi oleh peminat dan pengkaji sejarah, khususnya dari Malaysia dan Indonesia.”


==========================================

Kawasan bekas Pusat Pemerintahan Tun Sri Lanang ini terkesan asri dan sejuk, dipagari pepohonan yang masih rimbun. Jauh dari kebisingan, karena memang terletak jauh dari jalan utama. Jalan yang menghubungkan jalan Propinsi ke situs ini sudah teraspal dangan baik.

Rumah bekas kediaman Raja Samalanga pertama ini, dikenal sebagai Rumoh Krueng (Rumah Sungai), pada kunjungan ini nampak telah dipugar meskipun beberapa bagian masih menggunakan kayu dasarnya dan sudah terlihat keropos dimakan rayap. Di sebelah kirinya, berjarak sekitar 50 meter, disemayamkan jasad Tun Sri Lanang dan orang-orang dekatnya, pada satu kompleks pekuburan yang sederhana.

Rumah ini berbentuk rumah panggung khas Aceh. Pada bagian kolongnya, saat kunjungan pada 2012 tersebut, diletakkan beberapa meja tempat penjaga menjamu pengunjung. Di sekitaran ditutupi dengan flyer-flyer berisi informasi terkait Tun Sri Lanang tersebut, kehidupannya dan juga karya tulis masterpiece beliau.

Berikut foto-foto areal Istana Almarhum Tun Seri Lanang. Istana yang dikenali  perlahan termakan usia. Ketika saya memalingkan muka terakhir kali padanya saat hendak pergi, saya terkenang pada banyaknya situs sejarah Aceh yang tidak terrawat, rusak oleh cuaca dan tangan-tangan jahil, sekarat, perlahan menuju mati. Nasib baik keturunan Tun Sri Lanang terus berupaya sekuat tenaga menjaga warisan sejarah ini. Foto-foto ini saya ambil dalam kunjungan pada Juni 2012 tersebut. Klik untuk memperbesar.


   

 

 

 

 

   

 








Referensi: 


Terimakasih telah mengunjungi. 
Semoga Bermanfaat.  :)
Note: foto kopi dari sini
komen fb
0 komen g
Facebook Comments by Blogger Widgets

0 comments:

Post a Comment